Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Antologi Puisi Venansius Alfando Satrio

Tuesday, June 14, 2022 | 15:22 WIB Last Updated 2023-03-27T05:38:46Z
Oleh: Venansius Alfando Satrio
Kertas Putihku Bercorak Karena Tinta Hitamnya

Antologi Puisi Venansius Alfando Satrio
Antologi Puisi Venansius Alfando Satrio (foto ist.)






 
Hadirmu bianglala yang memberi makna pada ceritaku
Ruang sempitku telah diperluas oleh canda tawamu
 

Hadirmu berkah yang membasuh luka   sempat tak berdaya kurasa
Aku yang dulu tak berarti kau datang menata hati dengan cinta pasti

 
Hadirmu dian yang membias pada sesat dan gelapku
Langkah kakiku yang pernah jeda kini dipercepat oleh uluran tanganmu

 
Hadirmu mengubah rupa yang lara tak berdarah menjadi saraku
Tisu basah  yang kau belai mengurai binari

 
Jangan kau pulang tanpa berita
karena kau hadir melalui cerita
Jangan kau pergi tanpa pamit
karena kau datang tidak dihadang

 
Tetap bertahan dengan keadaan
walau duka memarani situasi
Tetap patuh dengan hubungan
walau banyak hati yang menghampiri

 

 
Dia Menghilang Tinggalkan Bayang

 
Kala itu bunga di taman yang bugar
kini muram meninggalkan serpihan
Aku ingin menyiram tetap tak ada bidasan
Mungkin sudah baya  pada rasa yang anyar

 
Aku diam dengan tenang
hanya bisa mengenang
Aku langkah tanpa dorongan
hanya bisa memandang

 
Kala itu kapal di pelabuhan yang sandar
kini tenggelam meninggalkan jangkar
Aku ingin mudik tetap ada sekatan
Mungkin baiknya bertahan dengan keadaan

 
Aku mengintai dengan rela
Melihat dia merajalela
Aku duduk dengan insaf
Menilik tak ada lagi panik

 
Ruangku Butuh Keheningan

 
Hingar bingar pagi itu kini berkumandang
Ragu yang lalu kini lagi mengadu
Sembiluan  berusaha mengacu pada ruang
Masih saja bersahaja menyembul tiada henti
 

Baiknya beranjak mengetam di ruang baru
Membidik tanpa menoleh di kala itu
Patut mengacu walau ada yang mengadu
Halu pernah menaruh mesti dicopot tanpa ragu

 
Bila masih terpekat rasa menderu-deru
Tak tahu kemana lagi akan berlabuh temu
Ruang gerak  dibatasi oleh waktu
Mungkin hanya bisa membisu pada lorong keruh

 
Ingin ke teras dahulu yang memicu pilu
Menata batin yang kini tak lagi damai
Tapi fisik bertumpu pada titik konflik
Aku butuh gubuk untuk merombak ambruk
 

Senja di Ufuk Barat

 
Sinar kanvasnya apik berlalu sejalan dengan petang
Dari timur tadi mengarah ke barat   perlahan redup
 

Angin berhembus mengelus nuansa
Ufuknya kian kemari terhapus menyisakan bayang-bayang
 

Burung berterbangan kembali ke sarang
Beristirahat sejenak menanti fajar kembali bersinar terang
 

Ingin pulang pulang pada pangkuan puan
Tapi tugas menentang tetap bertahan walau rindu menyerang

 

 
Pena Hadir Mewakili Hati

 
Coretan awak yang tak pandang salah
Meski getir merangkai derai hati
Nuansa beragam dipadu satu sedikit utuh
 Jemari beraksi  tanpa mengingkari

 
Terima kasih senjata abadi
Membiak halusinasi memilih diksi
 Untaian hitam  bercorak marak
Mengasah nalar tak tercemar situasi

 
Hasrat membara membasuh batin
Luka kala telah terkuak
Ceria bersembur tiada bungkam



 
Penulis, Mahasiswa UNIKA St Paulus Ruteng
Bahasa dan Sastra
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Antologi Puisi Venansius Alfando Satrio

Trending Now

Iklan