Oleh: RP. Stefanus Dampur SVD*)
Menimba Makna Hidup dari Pertarungan Kucing Jantan di Ledalero (Refleksi Lama yang Dikontekstualisasi) |
Pernahkah Anda mendengar nama Ledalero? Syukurlah jika Anda pernah mendengar nama itu. Bagi Anda yang belum pernah mendengarkan nama itu (baca: Ledalero), saya coba menolong Anda dengan beberapa jalan masuk untuk mengenalnya.
Baca: Daya Magis Musik
Ledalero adalah tanda dan simbol sekaligus nama untuk dua lembaga besar milik Provinsi SVD Ende, yakni Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero dan Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero (kini diubah namanya menjadi IFTK (Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif) Ledalero. Luas hamparan Bukit Ledalero sekitar 11 hektar are (ha). Dalam bahasa setempat (bahasa Sikka), nama Ledalero terdiri dari dua kata: "Leda" dan "Lero". Leda artinya Bukit Sandar, Lero artinya Matahari. Ledalero berarti Bukit Sandar Matahari. Orang akhirnya menyebut Ledalero juga dengan nama "BUSAMA= BUkit SAndar MAtahari". Keren bukan main. Apakah matahari juga butuh sandaran? Itu bukan fokus dan isi tulisan ini. Silahkan pembaca menulis tema ini.
Mengenal Sekilas tentang Profil Ledalero
Hemat Penulis, nama Ledalero akhirnya melambung tinggi dan terkenal ke seantero bumi Indonesia, terutama karena adanya STFK (Sekolah Tinggi Filsafat Katolik) Ledalero. STFK Ledalero sudah diakui legalitasnya oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih luas dan mendalam tentang profil dan deskripsi tentang STFK (kini, IFTK) Ledalero, silahkan membaca profilnya dalam tulisan di bawah ini:
Profil STFK
Nama lengkap Sekolah Tinggi ini adalah “Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero”, yang disingkat dengan sebutan STFK Ledalero. STFK Ledalero merupakan peningkatan dari Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, yang didirikan oleh Serikat Sabda Allah (SVD: Societas Verbi Divini) sebagai tindak lanjut atas ensiklik Maximum Illud Paus Benediktus XV, 30 November 1919.
Baca: Refleksi Tentang Hidup Berkeluarga, "S3" Karena Cinta
Tahun 1935 kegiatan perkuliahan sudah dimulai dengan diberinya kuliah Filsafat‑Teologi kepada 13 orang mahasiswa. Namun baru pada tanggal 20 Mei 1937 Tahta Suci memberikan pengesahan untuk Sekolah Tinggi ini. Tanggal itulah yang kini dijadikan sebagai tanggal resmi berdirinya STFK Ledalero. Tanggal 28 Januari 1941 hasil perdana sudah dapat dirasakan dengan ditahbiskannya dua orang imam pertama. Sejak berdirinya sampai tahun 1969, Lembaga Pendidikan ini menggunakan nama “Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero”. Pada bulan Januari 1969, Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Katolik (STF/TK ) Ledalero secara resmi berdiri sebagai salah satu bagian dari “Seminari Tinggi St. Paulus” Ledalero.
Pada tahun 1971, Sekolah Tinggi ini memperoleh status “Terdaftar” untuk tingkat Sarjana Muda, berdasarkan Surat Direktur Pendidikan Tinggi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen P dan K No. 257/DPT/B/1971, tanggal 14 Juni 1971. Selanjutnya tanggal 12 Januari 1976 diperoleh status “Diakui” untuk jenjang yang sama, berdasarkan SK Mendikbud No. 013/U/1976. Tanggal 22 Januari 1981, dengan SK Mendikbud No. 039/0/1981, Sekolah Tinggi ini memperoleh status “Disamakan” untuk tingkat Sarjana Muda. Dengan SK yang sama diperoleh juga status “Terdaftar” untuk tingkat Sarjana Lengkap. Sejak tanggal 29 November 1984, dalam rangka penyesuaian jalur, jenjang dan program pendidikan PTS, Sekolah Tinggi ini mengambil program studi S1, dengan status “Diakui”, berdasarkan SK Mendikbud No. 0604/0/1984. Sejak itu, Lembaga Pendidikan ini diberi nama “SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO” (STFK LEDALERO), dengan mengambil jurusan Filsafat Agama dan Program Studi Filsafat Agama Katolik, menyelenggarakan pendidikan yang semakin terbuka bagi para calon imam dan juga bagi para mahasiswa/i bukan calon imam atau awam.
Sejak tanggal 9 April 1990, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia bernomor 0272/0/1990, STFK Ledalero mendapat status “Disamakan” untuk jenjang S1. Setelah diberlakukan sistem Akreditasi atau pengakuan terhadap mutu progam studi untuk program sarjana di perguruan tinggi, STFK Ledalero berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 78/D/O/1997, Tanggal: 17 November 1997 atas Hasil Penilaian Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Jenjang Program Studi Sarjana (S1) menurut Perguruan Tinggi Tahun 1996/1997, mendapat Sertifikat Akreditasi Mutu B”, yang pada 11 Agustus 1998 oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi mendapat status ”Terakreditasi dengan peringkat Akreditasi B”. Dan setelah 5 tahun kemudian berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor SK 019/2003, tanggal 20 Agustus 2003, dengan Jurusan Ilmu Filsafat dan Program Studi Ilmu Teologi-Filsafat Agama Katolik tetapi mendapat status ”Terakreditasi Peringkat Akreditasi B.” Selanjutnya, Berdasarkan Surat Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor 028/BAN-PT/Ak.-XV/S1/X/2012, tanggal 18 Oktober 2012 Program studi yang sama mendapat status terakreditasi dengan peringkat B, dan tahun 2016 Status terakreditasi dengan peringkat B Akreditasi Institusi juga masih diperoleh oleh STFK Ledalero berdasarkan Surat Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor: 0790/SK/BAN-PT/Akred/PT/VI/2016"
(Lihat link: http//my.stfkledalero.ac.id. Diakses pada Senin, 23 Agustus 2021 pkl. 08.20 WITA oleh Stef Dampur).
Ledalero dan Hewan Kucing Peliharaan
STFK Ledalero tidak mempunyai ternak peliharaan yang bernama kucing. Namun, alumnusnya, cukup banyak yang berminat memelihara kucing, terutama di komunitas Ledalero. Saya juga menemukan Konfrater di tempat lain, yang hobby memelihara kucing, antara lain, seperti di Hokeng. Ada juga yang tidak memelihara kucing tapi toh kucingnya ada di rumah itu. Ini, aneh bukan main.
Baca: In Memoriam Ayah Tercinta
Kembali ke kisah tentang kucing di Ledalero. Jumlah kucing jinak di Ledalero nyaris melewati angka 20 ekor. Tidak mengherankan jika pengunjung Ledalero begitu mudah melihat kucing-kucing tersebut. Ada yang bersembunyi di got/parit/selokan/drainase. Ada kucing yang bersembunyi di antara tanaman bunga. Ada kucing yang berkeliaran di kebun untuk mengejar ayam dan tikus serta binatang lainnnya. Ada pula yang sukanya bikin ribut, nyaris tiap saat. Ada juga kucing yang tidur-tiduran di dalam kardus. Kita pikir kardus kosong ternyata "ada kucing sembunyi kuku". Ada pula kucing yang berkeliaran entah ke mana, bukan dengan mobil atau motor, tetapi berjalan kaki (Memangnya ada kucing yang mempunyai mobil dan motor pribadi. Kan tidak ada. Mana ada juga hewan bisa mengendarai mobil dan motor)?. Biarpun kucing itu berkeliaran ke mana-mana, yang penting pada jam makan, mereka berada di sekitar arena atau lokasi untuk makan.
Hampir setiap jam satu siang sampai jam dua (siang hari) dan jam delapan sampai setengah sembilan malam (malam hari), aktus memberi makan kucing ini menjadi familiar dalam pandangan mata warga Komunitas Ledalero tersebut (minimal saat saya menjadi warga komunitas Ledalero). Makanan sisa atau makanan yang memang sengaja disimpan untuk diberikan kepada kucing peliharaan tersebut akan dibagikan kepada kucing secara adil oleh peminat hewan kucing. Pemberi makan kucing itu, dianggap semacam "bapa asuh" bagi para kucing.
Dengan adanya ritus "memberikan makan kucing secara teratur dan terjadwal", maka kucing-kucing di Ledalero, mayoritas tambun, segar, bugar dan sehat. Badan mereka juga bersih.
Kucing Jantan dan Betina
Karena keseringan bertemu antara kucing jantan dan betina, memang ada akibat lanjutan/ekses lain. Di antaranya: Tidak mengherankan jika banyak kucing betina yang bunting dan lancar beranak lagi. Akibat lanjutannya, populasi kucing di Ledalero dari waktu ke waktu, kian bertambah banyak populasi dan jumlah/kuantitasnya.
Pertarungan Sengit Kucing Jantan dan Motivasinya
Ada fenomena sungguh menarik yang disaksikan oleh penulis sendiri. Lebih dari lima kali kesempatan, penulis dan beberapa teman melerai PERKELAHIAN SENGIT PARA KUCING JANTAN DI LEDALERO tersebut. Ada kucing yang kulit punggungnya robek. Kakinya luka bahkan keseleo. Ada yang bibirnya robek. Mata bengkak, dll. Kasihan itu kucing-kucing. Mereka semua adalah korban dari suatu pertarungan sengit. Banyak yang terluka karena dilukai juga karena melukai. Jika ada kucing yang melukai kucing lain, maka diapun mesti siap dilukai oleh kucing lainnya, karena kucing lainpun berhak membela diri dan mempertahankan hidupnya. Mungkin dalam dunia binatang atau hewan berlaku juga "hukum emas/golden rule" seperti yang diajarkan dalam dunia kehidupan manusia, yakni: "Segala sesuatu yang Anda kehendaki orang perbuat padamu, perbuatlah demikian juga kepada orang lain".
Penulis sendiri melerai pertarungan para kucing jantan dengan cara melempari mereka dengan batu dan pernah juga menembakkan tubuh mereka dengan batu yang berasal dari tembakan ketapel.
Ada juga orang berpengalaman yang mengusulkan kepada penulis agar melerai kucing jantan yang sedang bertarung tersebut dengan menyiramkan air dingin pada tubuh mereka agar berhenti untuk saling mencakar dan menggigit serta melukai satu sama lain.
Ada dugaan yang sangat kuat (menurut beberapa informan kunci), alasan pertarungan sengit para kucing jantan tersebut yakni merebut kucing betina (alasan biologis), mempertahankan kelompok loyalis (alasan primordialis) dan ingin menguasai wilayah tersebut (alasan dominasi kekuasaan).
Singkatnya: pertarungan para kucing jantan didasari oleh alasan biologis, primordialis dan dominasi kekuasaan legal-formal.
Kucing juga adalah Hewan Diktator-Otoriter-Feodal
Lebih lanjut, informan atau narasumber kunci menegaskan bahwa setiap kucing jantan bernaluri menjadi penguasa tunggal diktator-otoriter-feodal atas kucing-kucing betina yang berada di sekitar wilayahnya dan berambisi juga menjadi penguasa di wilayahnya tersebut l. Dengan demikian dia (baca: si kucing jantan tersebut) tidak menghendaki ada kucing jantan lain selain dirinya di dalam wilayah itu.
Oleh si kucing diktator-otoriter-feodal, ambisius itu, eksistensi kucing jantan lain, dianggapnya sebagai saingan berat bahkan musuh yang harus disingkirkan. Karena dianggap saingan atau musuh maka perlu dicakar, digigit bahkan jika ada peluang, dibunuh, dimatikan.
Menurut narasumber kunci, sifat utama kucing jantan adalah pendendam ulung dan totaliter serta diktator bagi kucing jantan lainnya. Di sisi lain, dia (si kucing jantan diktator-otoriter-feodal, ambisius tersebut) begitu kalem, sopan, ramah dan sangat lemah lembut kepada banyak kucing betina yang ada di sekitarnya atau yang bertamu dan numpang lewat sesaat. Kata-katanya semanis gula batu. Dia menciptakan kesan bahwa dialah kucing jantan yang paling ramah di seluruh muka bumi ini. Dasar kucing jantan: "pandai menyembunyikan kuku tajam yang bisa menerkam lawannya kapanpun dan di manapun jua".
Satu Kucing Jantan sebagai Diktator-Otoriter-Feodal
Ketika kucing jantan yang lain mati dan dimatikan, maka hanya tersisa atau hanya ada satu kucing jantan sebagai diktator-otoriter-feodal, ambisius di wilayah itu. Tubuhnya juga terluka karena diserang oleh pejantan yang lada akhirnya mati atau kalau masih hidup, mesti lari ke tempat baru.
Itulah sebabnya, mengapa di halaman tengah Komunitas Ledalero (sejak awal Agustus 2021) hanya ada satu kucing jantan besar didampingi oleh belasan kucing betina muda. Dia, dalam keterlukaannya dikelilingi "dayang-dayang" kucing betina yang mati-matian diperjuangkannya. Kini mereka boleh merayakan kehidupan karena "tak ada lagi lawan bertarung". Mereka happy-happy saja dan berbuat apa yang mereka kehendaki sesuka hati.
"Oh, padahal mereka (baca: para kucing jantan) bertarung selama ini karena alasan biologis, primordialis dan mengejar kekuasaan diktator-otoriter-feodal dan sangat berbau duniawi bukan karena hal substantif dan esensial terkait nilai-nilai luhur, mulia dan abadi. Sungguh kasihan para kucing jantan ini ", celetuk seorang anak manusia dari lantai kamar yang berada di ketinggian **
*) Penulis adalah "saksi mata" dari pertarungan para kucing jantan tersebut. Dari pengalaman itu, penulis merasa perlu mendokumentasikannya agar diambil hikmahnya dan menjadi bahan refleksi yang bagus untuk kehidupan kini dan nanti.