Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Semudah Itu, Suatu Malam di Kota Reinha, Kamboja, Perayaan Luka (Puisi-puisi Ano Rebon)

Friday, April 29, 2022 | 20:08 WIB Last Updated 2022-04-29T23:20:56Z

Semudah Itu, Suatu Malam di Kota Reinha, Kamboja, Perayaan Luka (Puisi-puisi Ano Rebon)
Semudah Itu, Suatu Malam di Kota Reinha, Kamboja, Perayaan Luka (Puisi-puisi Ano Rebon)


Semudah Itu, Suatu Malam di Kota Reinha, Kamboja, Perayaan Luka yakni Puisi-puisi Ano Rebon yang sangat menarik.

Kumpulan puisinya menyibak tuntas selubung rahasia batin yang cenderung "diam walau ingin berkata-kata", terutama saat "merindukan sesuatu" yang tak tercerap indera. Selamat menikmati!  

Semudah Itu

Tuhan. . .
Pagi tadi, kusaksikan
seorang musafir
meratap pilu di tengah gurun

Terang cahya-Mu di pelupuk cakrawala
adalah api yang membakar
sejuk lembut angin-Mu
adalah cambuk yang mencabik

Di pertengahan ratap pilunya
tengadah ia sambil menjerit
meminta sebulir rimis
tuk basahi retak gurunnya

Tapi ketika padanya
dilempar sekantong uang
pergilah ia dari tengadahnya
dari retak gurunnya

Tuhan. . .
Sebegitu rendahkah makhluk-Mu
hingga semudah itu,
tukar Ilahi-Mu
dengan kefanaan begini?

Malang, Februari 2020


Baca: Sekumpulan Puisi Karya Maria Goreti Ganul


Suatu Malam di Kota Reinha
 
Ujung malam bagai bulan mati
sedang siang disuruh pulang
terkatup tangan di dada
Ibu berdiri tersedu-sedu
saksikan anak-anaknya tertawa tanpa malu
 
Ketika Ibu dijemput malam
tak ada lagi wangi doa tergeletak di kaki
terintip nyala api sunyi.
yang fana menjadi rebutan,
yang abadi hanya angin lalu
semua dibuat indah di kota keramat ini
 
Mungkin elokmu terlalu tua Ibu
tak lagi seromantis rayumu
kepada para tetua dahulu

Kami ini anak zaman
dibesarkan dalam rahimnya
berhala pada kakinya
dan lupa akan kisah romantismu itu
terlalu rugi jika kami
berbalik dari rahim ini Ibu

Cerita tentangmu
dari arus laut datangmu,
dari entah asalmu
tak ada yang tahu,
tak ada berani tuk tahu

Ibu berbeda dari batu-kayu tengah kampung
darah babi-kambingpun terecik di sekujur tubuh
dengan selaksa pinta tolak bala
sampai berita dari langit barat itu datang
kalau ibu yang telah memerah darah itu mamanya Tuan

Mulai saat itu tak lagi aroma darah,
berganti wangi lilin membalut mantolmu
kami anggap Ibu teramat keramat,
dan kota ini pun jadi keramat

"Setiap jengkalnya perlu kau jaga
hingga cerita itu terus berdengung
di telinga anak cucumu nanti,
dan jangan lupa, bawa selalu wangi lilinmu,
letakan di kakinya tiap datang malam,
karena ia menunggumu penuh cinta di sana."
pesan tetua sebelum tertidur

Tetapi setelah para tetua terlelap
setiap jengkal keramat kota ini
perlahan kami tanggalkan

Dan di atas kota ini, bertumbuh subur
kesombongan, kejujuran telah mati terhimpit
kebohongan, mulut kebenaran dibungkam,
kemunafikan malah dilegalkan,
saudara jadi musuh

Dan kami lupa akan pesan para tetua,
kami semakin lupa
akan teramat keramatmu

Di kota ini ujung malam bagai bulan mati
sedang sejarah terus mengintai
berkali-kali Ibu menangis tersedu
air mata sampai berdarah-darah
dan kami semakin lupa

Maaf Ibu.!

Malang, 08 Juli 2020


Baca: Sakramen Rindu (Puisi Fransiska Aurelia)

Kamboja

Di ranjang itu
ia datang mengendus tubuhmu, parasmu
sebatang lilin yang suram di sudut kamar
berbisik di dada
merayumu: tapi lenyap dalam hasrat

Yang kian panas
yang melepas
tatkala hasrat terbanting dari tubuh
ke celah syahwat yang membasah

Lenguh seketika tumpah ruah di ranjang
meledak: dua bukit berguncang
ke arah seram
dan seonggok nafas terlepas setengah

Setelah itu, sepi mencekik
aroma kamboja membabi-buta
perlahan kamar jadi terang
dan kau terbangun
dari kematian yang sedari tadi membunuhmu

Ia telah menghilang!

Seketika detak-detik terlepas
bagai dedaunan kemarau.
dan arena tempat kau menukar hasrat,
gaib begitu saja.
Sebatang lilin suram
telah punah di sudut kamar

Hanya sesal luput
dari lezat
yang lewat

Dan di ranjangmu
di pantatmu
melekat aroma kamboja
yang tak akan pernah musnah

Malang, April 2021


Baca: Wajah Itu (Cerpen Alkuinus Ison Babo SMM)

Perayaan Luka

Hari bertolak ke tengah
ke suatu siang yang terbakar
angin meniup hawa kemarau
menghamburkan pengap ke badan kota

Dengan langkah getir
seorang anak pergi mengais peluh
tuk bayarkan separuh nyawa ibu
yang subuh tadi, telah dibeli maut

Hingga ayat magrib mengepul di pucuk masjid
Ia pun selesai menuntaskan sakit
Disisipkan berhelai peluh di saku
pulanglah ia dengan melantunkan doa

Sesampainya di bilik gubuk
didapatkan senyum ibunya telah tiada
Ibu telah pergi mendiami kuburan semenit lalu
dengan berbalut kafan bekas ayah setahun lalu

Ibu???

Seketika tangis berguguran
serupa dedaunan kemarau
membanjiri malam yang lengang
dan kenangan silam

Dengan redam dan geram
dibelinya nikmat dan khayal
tuk sejenak rehat dalam mimpi
dalam senyum yang rumit

Dan ia semakin tenggelam
Semakin tenggelam
ke suatu Perayaan Luka

Malang, 25 April 2022

Oleh: Ano Rebon
Mahasiswa STFT Widya Sasana, Malang.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Semudah Itu, Suatu Malam di Kota Reinha, Kamboja, Perayaan Luka (Puisi-puisi Ano Rebon)

Trending Now

Iklan