Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Seni Berbicara

Suara BulirBERNAS
Tuesday, September 20, 2022 | 19:31 WIB Last Updated 2023-02-08T07:43:16Z
Seni Berbicara
Seni Berbicara 



Oleh: Sil Joni*


Manusia adalah makhluk yang berbicara (homo loquens). Semua manusia, pada taraf potensial, memiliki kesanggupan untuk berkomunikasi. Medium utama dalam tindakan komunikasi itu adalah bahasa. 


Namun, memproduksi bunyi kata saja, tidak cukup untuk menghasilkan komunikasi yang efektif. Berbicara, meminjam ungkapan dari akademisi dan pakar komunikasi dari Korea Selatan, Oh Su Hyang, "itu ada seninya'. Tindak tutur yang ada nilai seni itu membuat penampilan dan isi pembicaraan bisa memikat hati pendengar. 


Baca: Guru dan "Gerakan Literasi Sekolah"


Harus diakui bahwa untuk menggapai level seni berbicara itu, dibutuhkan latihan yang panjang, serius dan intensif. Kecakapan dan seni berkata-kata itu, bukan bakat bawaan atau sesuatu yang 'terberi', tetapi buah dari ketekunan dalam berlatih. Selain keluasan cakrawala pengetahuan tentang sesuatu dan stok perbendaharaan kata yang kaya, hal yang tidak kalah pentingnya adalah penggunaan bahasa non-verbal. 


Hasil riset menunjukkan bahwa 90% ucapan dibentuk oleh suara dan tubuh. Meski maksudnya bagus dan kata yang kita pilih sangat teknis dan mewah, tetapi jika dituturkan tanpa gaya, maka besar kemungkinan, pesannya tidak tersampaikan atau minimal tidak sanggup 'menggugah rasa ingin tahu pendengar'. 


Albert Mehrabian, psikolog sekaligus pakar komunikasi di Amerika Serikat menegaskan bahwa suara dan gerak tubuh adalah unsur penting dalam berbicara. Menurutnya, ucapan dipengaruhi 7% oleh isi, 38% oleh suara, dan 55% oleh gerak tubuh. Ternyata, gestur (gerak tubuh) pada saat kita berbicara sangat berdampak pada efektif tidaknya pesan yang mau diutarakan dalam sebuah sesi pembicaraan baik yang bersifat formal, maupun yang tidak resmi. 


Setidaknya, ada lima aspek yang harus diperhatikan agar komunikan tertarik dengan apa yang kita bicarakan, yaitu: "Penampilan yang baik, selalu tersenyum, kontak mata, sikap percaya diri, dan gestur yang tepat. Ketika lima aspek ini diterapkan dengan baik dan tepat, maka isi yang kita sampaikan terhadap orang lain menjadi lebih mudah untuk dipahami. 


Baca: SMK Stella Maris "Melawan Kemustahilan"


Rasanya, tidak bisa dibantah bahwa isi yang baik jika tidak disampaikan dengan gestur yang tepat maka tidak akan membuat orang lain "tertarik" dengan apa yang kita sampaikan. Sebagai komunikator, kita perlu memperhatikan bahasa nonverbal di setiap komunikasi yang kita lakukan. Penggunaan bahasa non-verbal yang tepat itu, tidak diperoleh secara alamiah, tetapi melalui latihan yang reguler. 


Aspek 'gaya' dalam berbicara di depan publik, tidak bisa diabaikan begitu saja. Jika kita ingin menjadi 'orator atau pembicara yang andal di depan publik', maka mempelajari dan menrapkan hal-hal teknis tentang 'public speaking', menjadi sebuah kemestian. 


Kita tidak bisa 'merebut simpati publik' hanya dengan mengandalkan 'isi' pembicaraan yang bernas. Pun, pendengar tidak akan terpikat atau tertarik dengan apa yang kita sampaikan, jika isinya tidak 'dibungkus' dengan busana stilistika dan aksi panggung yang menawan.


Mengubah cara bicara menjadi lebih baik akan membawa perubahan yang besar pada hidup kita. Sudah banyak contoh bagaimana 'kisah hidup seseorang' berubah secara drastis ketika cara dan gaya bicaranya berubah. Apa yang tidak mungkin menjadi mungkin, ketika kita menggarap secara serius aspek 'penampilan' dalam berbicara. 


Mungkin salah satu strategi agar kita menjadi sukses dalam berbicara atau bidang komunikasi adalah berimajinasi 'seolah-olah kita adalah pembicara yang hebat'. Maksudnya, kita berusaha sedemikian seakan-akan kita sudah berada pada level pembicara yang fasih dan dan memperhatikan aspek seni itu. 


Bryan Tracy, seorang pakar pengembangan diri menyatakan bahwa bertingkah seperti orang sukses atau seperti orang yang kita impikan adalah kunci untuk menjadi sukses. Berbicara menjadi seolah orang yang kita impikan membuat diri kita menjadi terpacu untuk berusaha lebih keras agar bisa lebih dekat dengan apa yang kita inginkan. Jadi, bermimpi dan berusaha mewujudkan mimpi untuk menjadi 'pembicara' yang terampil dan bernilai estetis, bisa mengokohkan motivasi untuk meraih prestasi dalam bidang public speaking.


Tegasnya, terampil dan seni berbicara bukan 'bakat bawaan'. Unsur 'seni' dalam bertutur tidak bisa dianggap sepele. Sebagai sebuah 'keterampilan dan seni', sebenarnya kita punya potensi untuk sampai pada tingkat seperti itu jika kita mempunyai tekad dan kemauan yang kuat. Prinsipnya, tidak ada yang instan. Orang yang fasih dan terampil berkomunikasi, pasti telah melewati proses latihan yang panjang dan melelahkan. Karena itu, kita tidak bisa mengharapkan orang yang 'baru naik panggung', bisa tampil optimal ketika membawakan sambutan atau menyampaikan sebuah pesan kepada publik.


Baca: Pemandu Wisata dan Keterampilan Berkomunikasi


Saya sendiri berada dalam 'proses menjadi' pembicara yang baik. Anehnya, semakin sering saya 'berlatih', rasa 'serba kurang' terus menyergap saya. Sisi minus dalam 'penampilan' kian terlihat terang, ketika saya secara intensif masuk dalam 'sesi latihan'. Rasa 'serba kurang; itulah yang 'terus memotivasi saya' untuk tidak pernah berhenti dalam 'belajar dan berlatih'.



*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Seni Berbicara

Trending Now

Iklan