Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Satu Lembar Kelor, Beta Hidup Berpuluh Tahun

Suara BulirBERNAS
Monday, February 6, 2023 | 12:25 WIB Last Updated 2023-02-06T05:39:40Z
Oleh: Sil Joni*

Satu Lembar Kelor, Beta Hidup Berpuluh Tahun
Satu Lembar Kelor, Beta Hidup Berpuluh Tahun




Jauh sebelum Kelor (Moringa Oleifera Lamk) menjadi salah satu 'program politik' di Propinsi NTT, warga kampung Nampar umumnya dan keluarga kami khususnya, sudah terbiasa mengonsumsi daun kelor ini. Menanam dan mengosumsi 'daun kelor', sudah menjadi 'kebiasaan' meski tidak mendapat penjelasan resmi dari otoritas kesehatan atau pemimpin politik perihal kandungan gizi dari tanaman itu.


Meski demikian, kami sangat merasakan dampak atau efek dari keseringan mengonsumsi kelor untuk kebugaran tubuh kami. Karena itu, ketika Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) mengkampanyekan secara agresif untuk menanam dan mengonsumsi kelor sebagai upaya mengatasi 'stunting', warga di kampung kami, tidak terlalu terkejut. Itu warta biasa yang setiap hari kami sudah rasakan.

VBL sangat optimis bahwa dalam dan melalui kelor isu gizi buruk dan anak yang 'gagal tumbuh' yang mendera tubuh Propinsi ini, bisa diatasi dengan kelor. Optimisme semacam itu, boleh jadi terlalu berlebihan. Tetapi, sebetulnya telah lama dipercaya bahwa daun kelor memiliki kandungan yang tinggi akan vitamin C, kalsium, beta karoten dan potassium yang bekerja efektif sebagai sumber anti oksidan alami. 

Bahkan saking  tingginya kandungan nutrisi dalam daunnya, kelor dijuluki sebagai  pohon kehidupan (‘tree of life’). Organisasi kesehatan dunia WHO telah lama menganjurkan penggunaan kelor bagi anak-anak di dunia karena daun tanaman ini mengandung 7 kali vitamin C pada jeruk, 4 kali kalsium pada susu, 4 kali vitamin A pada wortel, 2 kali protein pada susu dan 3 kali potassium pada pisang.

Temuan dan anjuran dari WHO ini, boleh jadi menginspirasi dan memantapkan niat VBL untuk 'menggelorakan' program penanaman kelor di NTT. Sayangnya, program itu tidak dieksekusi dan dikawal dengan baik. Kita belum mendapat informasi akurat perihal keberhasilan program itu dalam meminimalisasi problem stunting di NTT. Apakah setelah mengonsumsi kelor angka stunting di NTT mengalami penurunan yang derastis?


Terlepas dari catatan kegagalan itu, pelbagai riset dalam dunia kesehatan menunjukkan bahwa Kelor banyak mengandung protein. Bagian yang memiliki nutrisi tinggi adalah daunnya. Daun kelor dilaporkan memiliki kandungan protein (19-29 persen), serat (16-24 persen), lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, magnesium, fosfor, besi, sulfur, asam oksalat, vitamin A, vitamin B (Kolin), vitamin B1 (thiamine), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3, vitamin C dan vitamin E.

Dengan komposisi gizi yang nyaris komplit itu, maka rasanya logis jika 'daun kelor' menjadi solusi arternatif dalam mencegah dan mengatasi persoalan mal-nutrisi. Seandainya tubuh manusia umumnya dan tubuh anak-anak mendapat asupan gizi yang lengkap melalui 'daun kelor', tentu isu gizi buruk, tidak semakin memburuk. Catatannya adalah temuan dari dunia riset itu, tak dilumuri dengan unsur kebohongan.

Dengan demikian, 'makan satu lembar daun kelor, bisa hidup berpuluh tahun'. Setidaknya, dengan konsumsi daun kelor, daya tahan dan imunitas tubuh kian bertambah. Untuk itu, mari kita rajin menanam pohon kelor. Area pekarangan rumah jangan dibiarkan kosong. Tanam 'pohon kehidupan' di tempat yang kosong sekitar rumah kita.

Daun kelor menjadi 'sayur utama kami' di Watu Langkas. Kebetulan, istri saya cukup kreatif dan rajin memanfaatkan lahan kosong di depan, samping dan belakang rumah, untuk menanam kelor. Hampir setiap pekan, untuk tidak dibilang setiap hari, kami makan 'sayur kelor'.

SMK Stella Maris di bawah pimpinan Rm. Kornelis Hardin, Pr sejak dua tahun lalu coba menindaklanjuti program gubernur NTT itu, dalam hal menanam pohon kelor. Sebagian lahan tidur di sekolah ini, sudah dipakai untuk menanam pohon kelor tersebut. Karena itu, memasak daun kelor, menjadi salah satu aktivitas selingan di sekolah. 

Tidak hanya itu, berita gembiranya adalah program Studi Akomodasi Perhotelan (APH) SMK Stella Maris, telah menjadikan 'daun kelor' sebagai bahan baku dalam membuat 'kue Nastar Kelor'. Pihak SMK Stella Maris terus berinovasi agar Kue Nestar Kelor bisa menjadi salah satu produk unggulan untuk memenehui kebutuhan 'snack' yang bercita-rasa lokal di Manggarai Barat (Mabar).

Konsumsi daun kelor itu sangat mudah. Proses pengolahannya menjadi 'saur lezat' pun sangat sederhana dan tidak butuh waktu lama. Setalah proses 'pemisahan daun dari batang', selanjutnya daun kelor dimasukan dalam panci atau wayan yang berisi 'air yang sudah mendidih'. Kita bisa tambahkan daum salam, bawang dan garam.

Entah benar atau tidak, menurut informasi masakan sayur kelor dapat dikonsumsi selagi masih hangat. Mengapa? Diceritakan bahwa efek antioksidan kelor masih kuat bila dikonsumsi disaat masih hangat. Jadi, selain sebagai sumber makanan yang kaya nutrisi, kelor juga berkhasiat sebagai obat.

Pohon kelor sangat cocok dikembangkan di daerah yang beriklim panas. Labuan Bajo dan sekitarnya, tentu menjadi tempat yang pas untuk membudidayakan tanaman kelor ini. Pelan tetapi pasti, sayur daun kelor mulai mengisi pasar-pasar tradisional di Labuan Bajo.  

Itu berarti, kelihatannya kelor mulai banyak ditanam di masyarakat luas karena mereka telah mengetahui manfaatnya dalam kesehatan. Sudah muncul kesadaran bahwa daun kelor bisa mendatangkan rejeki secara ekonomi dan sangat bernilai dari sisi kesehatan.

Reputasi kelor sebagai 'sayuran kaya nutrisi' sudah menembus sudut-sudut dunia. Cerita dari pihak ororitas kesehatan dunia (WHO) telah merambat ke pelbagai negara, termasuk Indonesia. Kita tahu bahwa budidaya kelor telah menjadi salah satu program nasional. Sebagai program nasional, kelor sudah mulai dikembangkan pada tahun 2020 yang lalu. Hal ini diawali dengan dibukanya daerah pengembangan kelor di Nusa tenggara Timur (NTT).


Propinsi NTT mendapat kehormatan untuk dijadikan semacam kawasan percontohan (pilot project) soal budidaya kelor ini. Karena itu, tidak terlalu mengejutkan jika para pengambil kebijakan di NTT begitu intensif dan progresif mewacanakan dan mendorong publik NTT untuk aktif dan gemar menanam dan mengonsumsi daun kelor.

Tidak hanya sebatas wacana. Komitmen politik pemerintah itu diperlihatkan secara serius. Buktinya, pada tahun 2020 itu juga, sudah dilaksanakan proses penetapan sumber benih kelor di NTT sehingga benih yang diedarkan saat ini adalah benih yang bersertifikat yang terjamin mutunya.

Sudah saatnya, pohon kelor menjadi 'sayur primadona' di tanah wisata super-prioritas ini. Kebetulan iklim dan kontur tanah di Labuan Bajo dan sekitarnya, sangat bersahabat dengan kelor, maka menanam kelor menjadi semacam 'gerakan bersama'. Kelor menjadi salah satu senjata dalam memerangi musuh utama kita, yaitu kemiskinan dan gizi buruk. Ayo, mari tanam dan makan kelor. Tunggu apalagi.



*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Satu Lembar Kelor, Beta Hidup Berpuluh Tahun

Trending Now

Iklan