Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Mereka “Bukan Jembatan yang Berjalan”

Monday, April 25, 2022 | 09:34 WIB Last Updated 2022-04-25T05:42:18Z
Mereka “Bukan Jembatan yang Berjalan”
Mereka “Bukan Jembatan yang Berjalan”


Mereka “Bukan Jembatan yang Berjalan” - Pernahkah anda melintasi jalan Nggorang-KondoNoa-Golowelu  atau sebaliknya? Kalau pernah, berarti anda pernah menyebrang kali Wae Galang di Dusun Kaca, Desa Golo Ketak Kecamatan Boleng. Wae Galang adalah salah satu kali yang dilewati dari sekian kali yang ada di Desa Golo Ketak, mulai  Wae Pateng di Wate, Wae Poang di Betong, Wae Mbek, Wae Galang dan Wae Lande di Kaca. Dari 5 kali tersebut yang belum dibuatkan jembatan tinggal Wae Galang. 

Wae Galang secara sepintas terlihat tidak lebar, dan tidak dalam. Namun ketika musim hujan tiba yang menyebabkan banjir, maka bisa menghambat semua orang yang melakukan perjalanan pada saat itu, baik pejalan kaki maupun yang menggunakan kendaraan roda dua atau empat. Saya kira, bagi yang pernah melintas di kali itu ketika musim hujan tiba, pasti menyaksikan dan merasakan pemandangan yang menyedihkan. 

Baca: Nasibmu Hutan Bowosie

Beberapa panorama yang bakal kita tatap adalah pemandangan orang menunggu banjir surut dengan menahan rasa lapar atau mungkin ada juga yang sakit, sementara hujan terus mengguyur deras. Bisa juga memandang kendaraan yang sedang parkir di bagian kiri dan kanan kali. Serta yang membuat hati miris adalah pemandangan bagaimana warga setempat sedang membantu mengangkat orang atau kendaraan roda dua di tengah kali saat banjir. Mereka harus menunggu sampai banjir surut agar bisa menyebrang. 

Jika sangat mendesak dan tidak sabar menunggu, pejalan kaki atau yang menggunakan kendaraan roda dua terpaksa harus korban merogo saku mengeluarkan uang sekitar Rp 20.000 - 30.000 sebagai ucapan terima kasih bagi warga setempat yang siap membantu menyeberangkan  orang atau kendaraan roda dua. Sedangkan untuk kendaraan roda empat  memang harus bersabar dan menunggu sampai banjir surut. Ada pengguna kendaraan roda dua dan roda empat nekat untuk menyebrang tetapi risikonya kendaran mati di tengah kali dan berdampak pada kerusakan kendaraan. Kalau sudah mengalami hal seperti itu memang harus ada biaya ekstra keluar untuk memperbaiki kendaraan. 

Baca: Wae Bobok, Jangan Diobok-obok!

Bagi warga kampung Kaca sendiri merasa dirugikan sebagai dampak dari kali Wae Galang belum ada jembatannya. Ketika hujan turun dan banjir datang anak sekolah SDK Betong dan SMPN 4 Boleng dari Kaca tidak pergi sekolah karena tertahan banjir dan tidak bisa lewat. Tentu demikian juga gurunya. Hal yang sama juga dialami oleh aparat desa dan petugas medis yang kerja di Poskesdes Kaca, termasuk warga Kaca yang membutuhkan pelayanan medis dan pelayanan administrasi desa.

Ulasan di atas adalah sebagian kecil dari suka duka yang dialami dan yang dikeluhkan pengguna jalan jalur Nggorang- Kondo- Noa- Golo Welu termasuk warga kampung Kaca sendiri, tempat Wae Galang terletak. 

Jalan jalur Nggorang-Kondo-Noa-Golo Welu merupakan jalur yang secara ekonomis termasuk jalur strategis dan produktif.  Karena jalur ini melewati daerah atau kantong-kantong ekonomi produktif. Daerah-daerah penghasil komoditas perdagangan yang dapat mendongkrak pendapatan penduduk dan pendapatan asli daerah Manggarai Barat. Komoditas yang dihasilkan  itu tidak akan ada nilainya ketika tidak bisa dipasarkan (dijual) di Labuan Bajo atau Ruteng  (value of place). 

Jadi, tentu saja fakta semacam ini sangat membutuhkan sarana transportasi  ( jalan). Ketika jalan tidak ada atau rusak maka nilai barang tidak ada atau berkurang. Jalan memang kerinduan masyarakat yang mesti didengar dan dijawab. Tetapi, sayangnya keluhan dan rintihan masyarakat itu, belum di dengar atau direspons dengan baik oleh para pemangku kepentingan di wilayah ini.

Kendati demikian, masyarakat yang berada di sekitar jalur jalan Nggorang-Kondo-Noa-Golowelu perlu berterima kasih kepada pemerintah yang sudah mulai menjawab kerinduan dan keluhan terkait jalan pada lintasan tersebut. Bandingkan kondisi jalan lintas itu pada sepuluh tahun sebelumnya. 

Tetapi,  kita tentu tidak boleh berhenti untuk terus mendaraskan litani permohonan kepada pemerintah agar pembangunan jalan pada lintasan strategis dan produktif itu terus dilanjutkan sampai tuntas. Sambil berharap agar jalan dan jembatan yang rusak atau yang belum dibuat untuk dibangun jembatan termasuk jembatan Wae Galang. Karena manfaat pembangunan jembatan Wae Galang tidak hanya dinikmati oleh masyarakat Kampung Kaca, tetapi semua masyarakat yang memanfaatkan jalan jalur Nggorang  Kondo  Noa  Golowelu.

Inilah kerinduan dan keluhan masyarakat yang berada sekitar lintasan jalan Nggorang-Kondo-Noa-Golowelu termasuk warga masyarakat Kampung Kaca. Kerinduan untuk didengar dan dijawab sebagai pemenuhan kebutuhan akan jalan dan jembatan yang lebih baik. Solusi yang dipresentasikan oleh warga kampung Kaca dalam membantu setiap orang yang membutuhkan pertolongan menghantar mereka ke seberang kali, tidak hanya sekedar aksi kemanusiaan semata.

Baca: Tata Ulang Sistem Pemanduan di Cunca Wulang (Catatan Kritis Pasca Kejadian Tenggelamnya Seorang Wisatawan)

Aksi yang dipertontonkan itu selain aksi kemanuasian yang memindahkan pelaku perjalanan ke seberang kali pada saat banjir, tetapi juga aksi informatif yang ditujukan kepada pemerintah sebagai pihak pengambil keputusan dan kebijakan dalam memutus rantai kesenjangan atau persoalan yang  dihadapi masyarakat. Warga masyarakat kampung Kaca tidak mesti datang menyampaikan secara langsung kepada pemerintah  terkait  persoalan dan kebutuhan mereka. Sudah cukup puas bagi mereka bila sudah mengeksposenya melalui media social.

Wakil-wakil  rakyat yang ada di DPR, kepadamu kami gantungkan harapan untuk menyuarakan keluhan ini. Tolong dengar dan sampaikan keluhan ini. Jangan hanya diam atau sibuk mengurus kepentingan individu dan kelompok semata. Kalian dipilih untuk menjadi pengeras suara aspirasi publik.

Perlu diingat bahwa tubuh warga Kaca itu bukan jembatan berjalan. Sampai kapan tubuh mereka diperlakukan sebagai jembatan bagi para pengguna jalan? Warga Kaca yang selama ini sudah memberikan bantuan kepada para pengguna jalan adalah manusia yang punya martabat. Hanya pemerintah dan Wakil Rakyat-lah yang bisa menyelematkan martabat warga kaca agar tidak menjadi jembatan berjalan yang permanen.


Oleh: Stefanus Satu

*Penulis adalah staf pengajar di SMKN 1 Labuan Bajo.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Mereka “Bukan Jembatan yang Berjalan”

Trending Now

Iklan