Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Persahabatan di Ruang Perpustakaan

Suara BulirBERNAS
Friday, November 11, 2022 | 18:56 WIB Last Updated 2023-02-04T03:35:07Z

 

Persahabatan di Ruang Perpustakaan
Persahabatan di Ruang Perpustakaan



Oleh: Sil Joni*

 

Konon, ada perbedaan yang tegas antara sahabat dan teman. Tidak semua teman masuk dalam kategori sahabat. Sebaliknya, yang kita anggap sebagai sahabat sudah dengan sendirinya sebagai 'teman'. Dengan kata lain, mereka yang kita anggap teman itu, sangat banyak, tetapi yang tampil sebagai sahabat itu bisa dihitung dengan jari. Sahabat itu ibarat berlian yang mahal dan langka, sedangkan teman boleh jadi seperti pasir yang tidak terhitung jumlahnya.


Perbedaan yang paling mencolok adalah teman itu hanya 'hadir sesaat' dan umumnya tak 'terlalu menaruh empati' dalam arti ikut merasakan apa yang kita alami. Sebaliknya, seorang sahabat adalah orang yang 'senantiasa hadir' dalam hidup kita, baik dalam situasi duka maupun dalam suasana gembira. Seorang sahabat, biasanya memiliki kadar empati yang besar. Dia selalu 'hadir' untuk meneguhkan dan menawarkan solusi dalam setiap permasalahan yang kita hadapi.


Kita menjalin relasi interpersonal yang intim dengan seorang sahabat. Hubungan yang terjalin biasanya tidak berhenti pada tataran fungsional dan profesional semata, tetapi masuk ke wilayah afeksi. Sisi emosionalitas yang intens ini bisa juga menjadi salah salah satu faktor pembeda antara sahabat dan teman.


Baca: Memasak "Sayur Kebersamaan"


Perbedaan itu semakin terasa ketika kita 'melacak' arti etimologi dari sahabat dan teman. Kata 'sahabat' berasal dari Bahasa Arab 'sahiba' yang berarti 'menyertai'. Pribadi yang disebut sahabat adalah mereka yang selalu 'menyertai' kita dalam setiap kondisi, baik dalam situasi senang maupun dalam suasana sedih.


Sedangkan kata 'teman' berasal dari Bahasa Latin socius yang berarti 'masyarakat'. Itu berarti teman itu tidak selalu mengacu pada relasi yang intim antara dua orang pribadi. Kata teman itu umumnya dihubungkan dengan sebutan kolektif untuk sebuah kelompok kemasyarakatan. Tidak heran, jika kita pernah berjumpa atau berbicara satu kali saja dengan seseorang, maka kita bisa menyebut orang itu sebagai 'teman'.


Idealnya, kita mesti tampil sebagai 'sahabat' bagi siapa saja, terutama mereka yang relatif dekat, baik karena faktor keluarga (keturunan), maupun karena faktor pekerjaan. Artinya, relasi dan komunikasi dengan kelurga dan rekan kerja, mesti sampai pada level 'sahabat'. Persahabatan itu, rasanya bersifat mendalam dan menerobos kategori kuantitatif seperti usia, tingkat pendidikan, status sosial dan sebagainya.


Baca: Remaja dan Perilaku Agresif (Catatan Kritis Kasus Water Front)


Atas dasar itulah, di SMK Stella Maris saya selalu berusaha memandang dan memperlakukan rekan-rekan guru sebagai 'sahabat'. Sejauh ini, persahabatan yang terjalin antara para guru, berjalan dengan baik. Belum ada 'kerikil tajam' yang membuat bangunan persahabatan itu, roboh atau retak.


Benang persahabatan itu terakit dalam lokus dan tempus spesifik. Hampir semua titik di SMK Stella Maris bisa menjadi 'ruang pengaktualisasian' relasi persahabatan tersebut. Kami biasa menenun jubah persahabatan itu ketika waktu senggang tiba.


Hari ini, Kamis (10/11/2022), bersamaan dengan momentum peringatan Hari Pahlawan, beberapa rekan guru, termasuk saya, coba mewujudkan konsep 'persahabatan' melalui tindakan sederhana di ruang perpustakaan. Persahabatan hanya mungkin terjadi jika ada dua atau lebih pribadi yang terlibat di dalamnya. Itulah sebabnya dalam merajut tali persahabatan itu, selalu ada sisi dialektika. Interaksi dan komunikasi berlangsung secara dialektis, tidak bersifat monoton dan asimetris.


Perpustakaan? Bukankah perpustakaan itu merupakan tempat untuk membaca buku? Benar bahwa perpustakaan adalah tempat untuk menyimpan dan membaca buku. Tetapi, ketika otak kita sudah lelah dalam mengkonsumsi aneka pustaka, maka saya kira, ruang itu sesekali bisa menjadi ruang 'berbagi rasa'. Tentu, rasa yang dibagi itu tidak melulu soal 'nikmatnya' buku-buku yang baru dibaca, tetapi bisa juga soal lika-liku dan suka-duka hidup sebagai seorang guru.


Sambil menikmati "ubi goreng", masing-masing kami berusaha 'hadir dan ikut merasakan' apa yang dialami oleh sang sahabat yang terekspresi dalam sesi curahan rasa itu. Pelbagai kalimat solutif dan peneguhan muncul dengan tulus dan mulus dalam perbincangan itu.



*Penulis adalah Staf pengajar SMK Stella Maris.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Persahabatan di Ruang Perpustakaan

Trending Now

Iklan