Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Menyusuri "Jalan Salib" di Alam Terbuka

Suara BulirBERNAS
Friday, February 24, 2023 | 15:05 WIB Last Updated 2023-02-24T08:26:48Z

Oleh: Sil Joni*


Menyusuri "Jalan Salib" di Alam Terbuka
Menyusuri "Jalan Salib" di Alam Terbuka




Masa prapaskah atau puasa bagi yang beragama Katolik telah tiba yang dibuka dengan ritual penerimaan Abu pada Hari Rabu kemarin. Dalam masa pra-paskah yang berlangsung selama 40 hari ini, setiap hari Juma't, semua umat Katolik semestinya mengikuti ibadat Jalan Salib, entah dihelat di gereja atau di 'ruang terbuka'.


Baca: Susunan Perayaan Ekaristi HUT ke-2 SMK Negeri 1 Satarmese


SMK Stella Maris, pada edisi Jalan Salib Minggu pertama ini, menggelar upacara itu di halaman tengah sekolah.Terik mentari siang menembus pori-pori. Kulit mulai kemerahan, terpanggang sinar ultraviolet yang sangat panas hari ini. Tetapi, hal itu tidak menyurutkan gairah komunitas SMK Stella Maris untuk menjalankan ritual 'Jalan Salib' di beranda sekolah 


Tulisan ini, tentu saja adalah buah dari sebuah permenungan intens soal upacara ‘Jalan Salib’ yang berlangsung di SMK Stella Maris hari ini, Juma’t, (24/2/2023). Bagi saya peristiwa itu sangat pantas untu direnungkan, bukan saja karena upacara itu  digelar di alam terbuka, tetapi ada hal positif yang bisa dijadikan ‘bahan pembelajaran’ dalam hidup kita.


‘Jalan salib’ dalam tradisi iman Katolik sebenarnya lebih dari sekadar ‘seremoni’ peringatan akan ‘kisah sengsara’ Tuhan Yesus dua ribuan tahun lampau. Ritus  itu sejatinya adalah ‘cermin’ yang memantulkan ‘jalan kehidupan’ manusia itu sendiri. Dengan demikian, jalan salib dimaknai sebagai ‘proses merenungkan’ kisah hidup kita yang penuh dinamika dan tantangan.


Karena itu, kita membutuhkan ‘ruang ideal’ guna menapaki ‘jalan’ menuju taman bahagia itu. Ide jenius dan inspiratif dari Kepala Sekolah SMK Stella Maris, Rm. Dino Hardin, Pr diterjemahkan dengan baik oleh semua anggota komunitas akademik ini, dalam menghelat ‘jalan salib’ perdana di halaman tengah lembaga ini.


Baca: Imam: Pemimpin Perayaan Ekaristi Dan Bukan MC


Menapaki ‘jalan salib’ di alam terbuka tentu tidak tanpa tantangan. Sinar-terik mentari siang yang ‘menyengat’ pori-pori tubuh, bisa menjadi ‘musuh pengganggu’. Tetapi, kuatnya dorongan religius yang bersifat internal, suasana gerah itu, alih-alih jadi musuh, justru dianggap sebagai ‘pil penyemangat’ untuk melewati jalan ini secara sempurna.


Upacara ini pun berjalan mulus. Aura bahagia terpancar dari semua anggota komunitas sebab ‘bejana rohani’ sudah kembali terisi berkat keseriusan mengolah permenungan akan ‘makna jalan salib’ bagi kehidupan masing-masing, terutama sebagai satu komunitas persaudaraan di institusi pendidikan vokasi ini.


Dari peristiwa kecil tetapi sarat makna di atas, ada beberapa poin vital yang semestinya kita gumuli secara serius. Pertama, ‘jalan salib’ adalah sebuah peristiwa yang khas manusiawi. Tidak ada manusia di dunia ini, yang tidak memiliki dan memikul ‘salib hidup’ (baca: tantangan, hambatan, masalah, penderitaan, dll).


Kedua, implikasi logis dari poin pertama itu adalah salib bersifat universal. Peristiwa salib dan menyalibkan itu tidak hanya terjadi dalam komunitas yang beragama Katolik.


Baca: Berjalan Bersama, Bersama Bersukacita


Ketiga, oleh sebab itu, upacara peringatan ‘Jalan Salib’ tidak lain adalah sebuah momentum untuk ‘menyadarkan’ kita akan jalan penderitaan yang mesti kita tanggung untuk sampai pada puncak kebahagiaan. Keberhasilan atau kesuksesan itu tidak ‘jatuh begitu saja’ dari langit, tetapi mesti menyusuri lika-liku jalan salib kehidupan itu sendiri.


Keempat, mental terabas, jalan pintas, easy going, budaya instan seperti yang sedang mewabah saat ini, merupakan musuh terbesar dari ‘semangat jalan salib’. Jalan salib menuntut spirit pengorbanan dan kesetiaan melewati setiap fase kehidupan di dunia ini. Kita tidak bisa melompat ke tahap atas, dengan mengabaikan tahap lain yang justru sangat menentukan dalam proses formasi identitas kita sebagai ‘manusia utuh’.


Kelima, karena ‘jalan salib’ itu bersifat manusiawi dan universal, maka kita bisa ‘menata dan mengkreasi tempat khusus’ untuk menggelar upacara peringatan ‘drama penderitaan hidup’ dengan bercermin pada ‘Kisah SengsaraTuhan Yesus Sendiri’.


Atas dasar itulah, apa yang dipraktekan oleh Komunitas SMK Stella Maris hari ini, merupakan tanggapan kreatif atas makna jalan salib yang bersifat universal tersebut. Bahwasannya, halaman sekolah pun sangat bisa ‘didesain’ menjadi lokus permenungan akan jalan penderitaan masing-masing insan. Jadi, sekali lagi, profisiat dan apresiasi kepada lembaga ini yang sudah memperlihatkan ‘contoh yang baik’ bagaimana semestinya kita merayakan Jalan Salib secara kontekstual. Berharap komunitas akademik yang lain di Mabar ini ‘boleh tergerak’ untuk menerapkan hal yang sama. Selamat ‘Berjalan’ pada Jalan salib kehidupan masing-masing!




*Penulis adalah Staf Pengajar di SMK Stella Maris Labuan Bajo.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menyusuri "Jalan Salib" di Alam Terbuka

Trending Now

Iklan