Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Sopi Kobok dan Kearifan Lokal

Tuesday, April 19, 2022 | 22:08 WIB Last Updated 2022-04-19T15:08:25Z

 

Sopi Kobok dan Kearifan Lokal
Sopi Kobok dan Kearifan Lokal

 

“Seolah-olah, tidak lengkap dalam  urusan adat, ketika tidak ada “sopi” (terutama dalam acara adat Manggarai). Dalam hal ini, “tuak sopi” sejatinya memiliki keluhuran nilai budaya”.

 

Sopi Kobok dan Kearifan Lokal-Nama Kobok menjadi trending topik atau viral, hampir di seluruh pelosok NTT, bahkan Nusantara. Bukan karena tanpa alasan yang mendasar! Sebab, nama Kobok tersohor, karena di sana terdapat Sopi Kobok. Sopi Kobok itu, sejenis minuman beralkohol, khas dari kampung Kobok, yang terletak di dusun Kobok, Waerana, Desa Rongga Koe, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT.

Minuman istimewa belkorahol ini, diperoleh dari hasil sadapan intisari dari pohon enau (Nira), sejenis tanaman familia suku bangsa palem yang berdaun menjari memanjang dilengkapi pelepah daun yang memanjang pula bahasa setempat, disebut dengan “Pohon Tuak”. Dari daunnya, dapat dipakai untuk dijadikan sebagai atap pengganti alang-alang, lontar, daun kelapa dan sejenisnya, seperti zaman dahulu kala. Disusun dan dirajut secara rapih jali  secara telaten yang  membentuk atap yang tidak bisa ditembus air hujan atau pun bocor. 

Baca: Paduan Suara IKMM Meriahkan Ibadat Jumat Agung di Gereja St. Thomas Aquinas

Dari hasil panenan buah Enau berbentuk buni, seperti “Cocos” (mengumpul dalam satu rangkaian tangkai yang menggantung ); memiliki manfaat gizi yang luar biasa untuk dijadikan bahan makanan berupa kalang kaling. Bermanfaat untuk memperbaiki sistem pencernaan makanan dalam tubuh  kita agar terhindar dari sembelit usus. Mengandung gizi yang terdiri dari bahan lemak, karbohidrat, protein dan vitamin yang membuat tubuh kita selalu  sehat dan segar sepanjang hari.

Namun, dalam tulisan ini, penulis melihat dari sisi “ekonomi produktif” bagi para petani pengrajin Sopi Kobok Waerana khususnya, dan pengrajin Sopi Manggarai Raya umumnya. Bahwa, sejak nenek moyang kita orang Manggarai Raya, minuman ini, digunakan sebagai alat komunikasi adat Manggarai, dalam bentuk tutur adat, sebelum membuka pembicaraan adat, secara budaya. Asalkan tidak diminum sampai mabok alias kepala pusing. Ketika ada acara  adat “tiba meka” (terima tamu, red: Dialeg Manggarai Raya), awal pembicaraan senantiasa diawali dan  diterima serta  disuguhkan dengan “tuak” (sopi ), lalu diikuti dengan ucapan selamat datang dalam bahasa daerah setempat.

Baca: Sapu Tangan Tuhan (Cerpen Efrem Danggur)

Proses penyulingan dan pembuatan Sopi Kobok atau minuman khas Manggarai raya umumnya, membutuhkan keterampilan dan kepiawaian dari seorang atau kelompok pengrajin Sopi di tiga daerah otonom ini. Setelah hasil sadapan buah pohon Nira( Enau), yang memenuhi syarat secara fisik melalui ritus-ritus adat tertentu, agar dapat memberikan hasil air nira yang banyak dan produktif. Tentu, membutuhkan seorang yang sudah terbiasa dengan mencintai pohon tuak sebagai sahabat karib pengrajin Sopi. Bahkan memanfaatkan pohon enau secara bijaksana, agar dapat memberikan pesan moral terhadap setiap hasil ciptaan Tuhan untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia ( Bdk. : Kisah Penciptaan Alam Semesta ).

Fokus perhatian penulisan tentang manfaat Sopi Kobok adalah dalam kaitan dengan dua hal kepentingan; yaitu kepentingan Sosial Budaya, dan Kepentingan Ekonomi kreatif. Secara khusus dalam kebudayaan Manggarai. Sopi, atau lazim disebut Tuak. Misalnya, Tuak Curu, Tuak Kepok Sundung, istilah khas Manggarai Timur, ini, seperti sudah melekat bertahun-tahun sejalan dan seirama dengan budaya dan kearifan lokal. 

Baca: Budaya Sebagai Patokan Kehidupan Masyarakat Manggarai

Seolah-olah, tidak lengkap dalam bertutur adat, urusan adat, ketika tidak ada “sopi” (terutama dalam acara adat Manggarai). Dalam hal ini, “Tuak sopi” sejatinya memiliki keluhuran nilai budaya. Lebih khusus budaya orang Manggarai Timur, seperti Manus, Rongga Koe (orang Wolos) ,Rongga, Kepo, Rajong, Lamba Leda, dan sebagainya. Senantiasa diikuti dengan tutur adat lainnya. Kalau setiap pembicaraan adat budaya tanpa sopi atau tuak, sepertinya dingin dan tidak bermakna apa-apa. Tuak atau Sopi seperti berjalan bersamaan dan berbarengan dengan adat istiadat yang berlaku di Manggarai pada umumnya, dan di Manggarai Timur pada khususnya.

Setelah disuguhkan minuman tuak adat, berupa tuak Curu (tuak Sundung), sang penutur adat menyampaikan suguhan pembicaran selanjutnya yang berkaitan dengan apa maksud, dan tujuan yang akan diucapkan dalam acara-acara resmi selanjutnya. Seperti acara “wuat wai”, “sasah selek”, dan ritus-ritus adat budaya lainnya. Selalu diawali dengan disiapkan “kepok tuak”. 

Baca: Soal Peredaran Rokok Ilegal, Stanislaus Stan: "Itu Proses Pemusnahan Generasi Muda"

Nira itu, ada yang bilang berasal dari Philipina, ada yang lainnya, berasal dari Thailand ,dan sebagainya. Tuak nira adalah minuman beralkohol jenis tuak yang dibuat dari Nira ( getah) dari Mayang berbagai jenis pohon palem seperti Lontar ( Siwalan), Kurma, dan Kelapa.(1). Minuman yang umumnya berkadar alkohol sekitar 4% ini sangat digemari di Nusantara ( Indonesia).

Dengan demikian, hasil produksi “tuak sopi”, dari pohon enau, bisa menjadi salah satu sumber pendapatan bagi kesejahteraan rakyat di suatu tempat, daerah, desa, dan sebagainya. Dimanfaatkan secara arif dan bijaksana sesuai aturan pemerintah Indonesia. Sebab, batas kewajaran untuk dipasarkan dan dikonsumsi oleh khalayak, tentu memiliki persyaratan aturan yang berlaku. Dengan tingkat kadarisasi minuman beralkohol yang seharusnya dan atau sewajarnya. Ada ambang batas yang boleh diminum, dan kadarnya, mana yang boleh dikonsumsi dan mana yang dilarang untuk dikonsumsi oleh khalayak umum di masyarakat kita. Batasan umur yang boleh mencicipi minuman berkadar alkohol itu relatif, sulit dideteksi dan apalagi dilarang, terutama remaja dan pelajar di bawah umur. 

Baca: Bukannya 'Menghilang' dan Apalagi 'Dihilangkan'

Hal ini didukung oleh pernyataan Gubernur NTT, Viktor Bung Tilu Laiskodat, ketika meninjau dan mengunjungi petani pengrajin Sopi Kobok, yang terletak di dusun Kampung Kobok, Desa Rongga Koe, Kecamatan Kota Komba, 16 April 2022; dalam safari beliau, mengelilingi sembilan Kabupaten di daratan Flores dan Lembata, selama 17 hari, dan berakhir di Manggarai Barat selepas Hari Raya Paskah. Selain, melakukan panen raya komoditas perkebunan petani kerjasama dengan Bank NTT, berupa petik  jagung dan panen Sapi. Sebagai salah satu program unggulan stategis untuk mensejahterakan rakyat NTT umumnya dan rayat Manggarai Timur khususnya. Selain Kelor siajaib itu.

Implementasi tentang produksi tuak berkadar alkohol kelas Sophia NTT yang telah dilakukan uji coba di Laboratorium teknologi Undana Kupang, maka kadar minuman Sopi berkadar alkohol yang dianjurkan oleh Undana dan mendapat persetujuan pemerintah melalui kementerian Ristek, adalah terdiri dari dua warna, yaitu Sophia yang berwarna merah berkadar alkohol 20%, dan alkohol berwarna putih dengan kadar alkohol 40%. Lalu, ada perjanjian kerjasama dengan pengusaha sebagai penyalur sesuai ketentuan yang berlaku. Demikian juga apabila dikemudian hari, Sopi Kobok ingin mengajukan status legalitas agar lebih terjamin dalam melayani para konsumen.

Baca: Gadis Kecil, Wahai Sang Penegak (Karya Guidella)

Pengedaran minuman beralkohol di Indonesia sesuai dengan Perpres Nomor 74 tahun 2013 Tentang Pengendalian Minuman Beralkohol di Masyarakat. Dengan ketentuan sebagai berikut, sesuai Golongannya, yaitu Golongan A berkadar alkohol 5% boleh dijual bebas ditingkat pengecer, dan Golongan B, berkadar alkohol 5-20%. Bisa dijual di hotel, bar, testauran sesuai dengan Undang-Undang di bidang kepariwisataan. 

Bagaimana dengan minuman Sopi Kobok yang sedang beredar selama ini, agar terjamin dari sisi produksi, peredaran dalam pemasaran dan terjamin keamanan bagi khalayak yang gemar konsumsi Sopi Kobok sesuai kebutuhan secara adat istiadat, budaya dan secara ekonomi tidak menyalahi aturan! Oleh karena itu, penulis memberikan tawaran sebagai berikut. 

Baca: Duka Gadis Desa (Cerpen Severinus M. Deo)

Pertama, Produksi penyulingan Sopi Kobok sebagai jenis minuman beralkohol tetap berjalan dalam memproduksi supaya tidak terputus kebutuhan pasar, memenuhi kebutuhan hidup dan kesejahteraan bagi pengrajin. Misalnya, membiayai kehidupan keluarga, kebututahan biaya sekolah anak-anak dan mencukupi kebutuhan hidup lainnya.

Kedua, diharapkan kepada pemerintah terutama bidang industri Kabupaten Manggarai Timur dan Propinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang, dapat memfasilitasi kepentingan pengrajin lokal dengan menyiapkan fasilitas penyulingan dan pengujian kadar alkohol yang bisa diproduksi  untuk masyarakat sekitar dan kepentingan lebih luas, namun terbatas bagi para pengusaha dan bisnis pariwisata. Seperti hotel, restoran, bar, pub, dan sebagainya, dengan kadar sesuai ketentuan Perpres nomor 74 Tahun 2013. 

Baca: Soal Kunjungan Duta Baca Nasional di Ruteng, Bupati Hery Singgung Pondok Baca Di Pedesaan

Ketiga, dalam tataran untuk memperkaya khasana budaya lokal dengan kearifan lokalnya, maka perlu dilestarikan dengan memanfaatkan minuman beralkohol sesuai ketentuan yang berlaku, supaya terhindar dari  penyalahgunaan dalam pemakaiannya. Karena dapat  menimbulkan gangguan psikososial di tengah masyarakat. Meminum “sopi” dalam batas yang wajar tidak sampai menimbulkan ketergantungan dan terjadi benturan sosial di tengah masyarakat yang sehat, nyaman, aman, kondusif dan damai. Semoga!

 

Oleh: Fransiskus Ndejeng

 

Penulis, pemerhati Sosial, Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup.

Tinggal di Labuan Bajo, Jln. Soehadun Bandara Komodo, Labuan Bajo.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Sopi Kobok dan Kearifan Lokal

Trending Now

Iklan