Iklan

Iklan

Iklan

Iklan

Kisah Cinta di Ujung Savana

Thursday, April 7, 2022 | 23:48 WIB Last Updated 2022-04-07T16:48:59Z

 

Kisah Cinta di Ujung Savana

     Kisah Cinta di Ujung Savana  

Oleh: Fransiskus Ndejeng

Kisah Cinta di Ujung Savana - Era tahun 1985 sampai tahun 1989, suatu masa emas bagi dua biduanita  dan biduan, yang sedang mengayuh nasib meraih mimpi untuk menempuh pendidikan di kota Kupang. Ada tragedi yang dialami oleh seorang biduanita, ketika awal masuk sekolah ke suatu pendidikan tinggi di kota ini, antara persoalan menaruh harapan untuk menikah dengan seorang perjaka tamatan suatu sekolah tinggi di Pulau Sulawesi, tepatnya di Sulawesi Selatan, kota Makasar.

Sementara si biduanita, antara harapan untuk terus melanjutkan kuliah atau menikah dengan sang kekasih? Rasanya, terjadi perang urat saraf antara persoalan mengayuh nasib dan atau mengayuh cinta. Ada pertentangan antara ibu muda, bernama Suci dan dengan seorang lelaki perjaka, bernama Santun. Tipe pemuda ganteng itu juga santun dan baik hati. Suci adalah seorang ibu guru muda tamatan sekolah pendidikan guru (SPG) untuk dipersiapkan menjadi seorang guru sekolah dasar. Sedangkan si Santun, adalah seorang lelaki perjaka tamatan sekolah bidang ekonomi industri di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Makasar.  

Keduanya, sedang jatuh cinta dalam surat-surat cinta dari ujung Selatan pulau Makasar dengan seorang calon guru muda cantik menawan hati di ujung Barat Selatan Tenggara  pulau Timor. Tepatnya di kota kasih Kupang.  Terkenal dengan sebutan  familiar adalah kota Madya  Kupang. Juga,  Sebuah ibu  kota provinsi NTT. Kota yang tersusun dari bekas binatang bersel Satu disebut Anthozoa. Berevolusi menjadi batu karang, lama kelamaan membeku menjadi sebuah pulau karang Atol. Pulau yang membentuk  batu karang disebut pulau Timor.

Baca: Pena Malam Terakhir (Cerpen Afri Ampur)

Nah, setelah si ibu guru muda sedang menyelesaikan proses pendidikan tinggi di kota karang, hubungan di antara mereka semakin dingin ditelan waktu. Berjalan tanpa ada kabar satu sama lain untuk menuju ke jenjang yang lebih serius. Surat menyurat juga tidak sesering dulu lagi. Seolah-olah sudah sirna bersama angin malam. Angin sepoi kota kupang.

Sampai pada suatu ketika pulang libur, mendengar bahwa si pemuda Santun sudah menikah dengan seorang gadis pujaan hati yang katanya jatuh cinta karena keseringan bertemu di suatu kantor tempat mereka berdua kerja. Cinta tumbuh karena hukum pendekatan.

Di luar dugaan, pas di ujung selesainya proses pendidikan di Undana dan di Unwira sekitar akhir bulan Agustus tahun 1989, bertemu untuk pertama kali dengan si ibu guru muda, Suci dengan seorang perjaka lain, ganteng, baik hati, bernama Engky. Engky adalah seorang sarjana yang baru selesai ujian akhir Skripsi di FKIP Unwira Kupang Juli 1989. Sisah menunggu waktu  wisuda tahun 1990, tepatnya, hari Sabtu, 26 Mei 1990, alumni angkatan kedua tahun itu diwisuda.

Bertemu dan jatuh hati di ujung Savana bermakna dua insan sedang jatuh cinta di akhir sebuah program Studi sebagai sebuah dambaan untuk membawa pulang selembar surat cinta dan ijasah. Sekali dayung dua buah pulau terlampaui. Artinya hari terakhir untuk menyelesaikan Studi seia-sekata dalam meraih mimpi dan meraih cinta. Semuanya di luar perkiraan dan dugaan sebelumnya. Cinta memang mulanya biasa biasa saja dan akhirnya serius juga  sampai menuju ke pelaminan. Di ujung Savana di antara keduanya bukan tidak mungkin luput dari tantangan demi tantangan dalam meraih cita-cita dan cinta. Butuh perjuangan penuh misteri, kata orang cinta untuk saling jatuh cinta. Kata orang cinta mesti berkorban. Kata orang cinta itu buta butuh proses yang tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Baca: Perjuangan Seorang Amelia

Cerita ini diangkat dari sebuah fenomena yang menarik tentang “Jatuh Cinta Dua Insan di ujung Savana”, kota Kupang, disebut juga kota Madya Kupang, NTT. Kita semua pasti sudah tahu, bahwa kota Kupang sejak zaman dahulu kala dikenal sebagai pusat sistem pemerintahan kerajaan Timor, dengan deretan raja- raja Timor, seperti Sonbait. Mengendarai kuda pacu sebagai seorang pahlawan Timor melawan dan mengusir penjajah dari tanah Timor, disebut dengan nama kesayangan yaitu anak Timor (Oan Timor).

Oan Timor lebih baik dari kepatuhan adat istiadat yang taat dan tunduk patuh pada orang tua dan adat budaya leluhurnya. Dengan simbol patung Kuda kenamaan dan kebesaran kerajaan Sonbait, berdiri gagah perkasah di atas punggung Kuda guna mengusir penjajah penuh keringat darah dan air mata. Patung yang terletak di depan Katedral Gereja Katolik kota Kupang. Simbol keperkasaan Raja Timor pada waktu itu.

Kita semua tahu, bahwa pulau Timor terkenal dengan tanaman khas Cendana wangi, yang disebut dalam  bahasa latin, Santalum album, Lin. Kota Kupang sejak zaman Portugis, dan dilanjutkan dengan kedatangan bangsa penjajah Belanda disebut dengan Senapan bedil, semacam bunyi bedil, yaitu semacam senjata yang mengeluarkan  bunyi Cawpang”, berarti Sapi  yang tertembak. Atau bunyi menembak Sapi.

Pulau Timor selain tanaman khas Cendana, sebagai salah satu jenis rempah yang amat digandrungi oleh VOC, juga  penghasil ternak Sapi Timor yang terkenal sampai saat ini.  Kosa kata  Kupang  diambil dari sebutan bunyi ledakan ujung moncong peluru penembak Sapi liar di pulau Timor, berbunyi : “pang...pang... pang...”,  maka disebut dan diberi nama Cawpang, yang diterjemahkan,  Caw berarti “Sapi” dan pang berarti “bunyi” senapan  yang beresonansi menjadi sebuah nama kota terkenal di Nusantara, yaitu “Kupang”.

Baca: Dia milik-Mu, Bukan Aku (Puisi Vivinsia Daro)

Seorang penulis menyampaikan cerita pendek ini, dengan menulis panjang lebar tentang kisah cinta dua sejoli; yang dari awal  masuk sekolah di kota Provinsi itu, sebelum- sebelumnya, tidak pernah bertemu muka sepanjang 4-5 tahun menggeluti kota karang dalam meraih impian cita-cita. Sebuah cerpen berkisah tentang jatuh cinta penuh rahasia di ujung Padang Savana pulau Timor dengan onggokan batu karang yang bertebaran menggeliat di hampir semua sudut sudut kota. Membuat sepatu anak sekolah, mahasiswa tertusuk tajamnya akibat  batu karang yang seperti bergerigi tajam, tidak  membuat ciut nyali untuk menantang dua sejoli memadu cita di ujung cinta Padang Savana pulau Timor; guna meraih cita cita demi masa depan di atas tebaran dan  onggokan batu karang yang kadang tajam bergerigi dan bahkan memiliki duri menusuk telapak sepatu bahkan bisa menembus bahkan menusuk telapak kaki, sehingga sepatu anak sekolah mudah aus, robek dan  berlobang.

Kendatipun kerasnya tantangan batu karang dan panasnya suhu udara kota Kupang tidak mengurungkan niat dua sejoli untuk meraih masa depan sesuai cita-cita dan pesan ayah bunda yang berasal dari  masing-masing kampung halamannya. Kendati pun demikian, dua sejoli tak pernah bertemu sejak bersekolah di kota karang sampai tamat dari kampus yang berbeda. Ketika seorang mahasiswi di Undana Kupang, menjelang wisuda tanggal 2 September 1989, bertemu dan bersua muka untuk pertama kalinya di ujung titik perjuangan seorang pemuda gagah perkasa di bulan itu. Membuat hati ingin menggapai mimpi-mimpi indah  untuk ingin menyampaikan ucapan salam sekadar basa basi ketika pertemuan dan kisah kasih pada pandangan pertama. Dari suara yang khas dan tiada duanya, membuat si pemuda ingin memikat hati untuk meraih mimpi di ujung Savana Pulau Karang.

Suatu jaminan bahwa, si pemuda gagah  perkasa itu,  sudah menyelesaikan tugas-tugas  akhir dari kampus yang berbeda, yakni Unwira Kupang. Di tahun 1989 ia selalu penasaran ingin meraih mimpi-mimpi indah, bergulat dan berpacu dengan waktu untuk menyampaikan apa isi hati yang sesungguhnya. Kendati pun pergolakan batin dan  perasaan bercampur baur dengan keinginan hati untuk memiliki cinta tak bertepi, tetap saja selalu menantang di tengah  Savana sampai pada ujung gapaian kisah cinta dua sejoli di ujung Savana cinta yang penuh harapan.

Baca: Nama Anakmu, Namaku ( Cerpen Afri Ampur)

Cerpenis melukiskan kembali bagaimana kisah cinta penuh misteri dua sejoli di ujung Savana itu! Sejak berangkat dari rumah kedua si joli mematuhi disiplin untuk menggapai cita-cita tanpa krasak-krusuk kuatnya godaan duniawi yang akan mengganggu perjalanan hidup menempuh  cita cita untuk meraih selembar ijasah sarjana di ujung cita dan cinta di ujung padang Savana pulau Timor manise. Terbukti, di tengah gerahnya suhu panasnya kota Kupang, tidak menggoyahkan hati dua sejoli untuk berjuang untuk meraih cita-cita idaman masing-masing.

Kalau si gadis bernama Suci berangkat dari kampung halaman sejak tamat sekolah kejuruan yang kala itu, bernama Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di sebuah kota dingin Ruteng. Ketika hendak  naik kelas tiga SPG tahun pelajaran  1985/1986, minta mutasi ke salah satu SPG Kristen Kota Kupang mengikuti saudara sulung yang sedang mengenyam pendidikan di Fakultas Pertanian Undana Kupang.

Juga, karena alasan dibully oleh seorang guru ilmu mendidik di sekolah asal sebelumnya, karena ingin mencari cinta dengan  kakak kelas yang tak  kesampaian karena ketika dia tamat dari sekolah guru, si kaka kelas memutuskan tali cintanya dengan si guru muda itu.  Menuntut pertanggungjawaban untuk berpindah haluan hati ke ibu calon guru Suci, secara memaksa, sehingga membuat Suci itu meminta mutasi pada orang tuanya, yang adalah pasangan suami isteri guru SD di daerah pedesaan Manggarai Barat.

Setelah  tamat dari sekolah pendidikan guru (SPG) di kota karang, si ibu guru muda yang cantik jelita itu pulang kampung dan sedang ditunggu sang pacar idaman seorang laki-laki ganteng tinggi tamatan dari sekolah tinggi di salah satu perguruan Indonesia Timur di Makasar. Pusat kota perdagangan Indonesia Timur terkenal kala itu. Nama si pemuda adalah Santun.

Si pemuda tadi selalu datang ke rumah si ibu guru muda dan memberi harapan untuk cepat masuk minta dan segera  menikah. Dengan harapan yang penuh gombal membawa segudang harapan harta benda demi mas kawin dengan janjian biar bawa serta sekandang kerbau, asal jangan berangkat kuliah dan memilih segera kawin. Tetapi, karena kedua orangtua dari ibu guru muda itu, Suci, adalah orang berpengaruh dan terpandang di desa itu, maka kelihatannya mereka selalu mendorong si ibu guru muda agar melanjutkan kuliah baru boleh menikah.

Baca: Gadis Kecil, Wahai Sang Penegak (Karya Guidella)

Apalagi yang memperkuat harapan si ibu guru muda cantik Suci itu adalah lulus tes masuk Sipenmaru (sistem penerimaan mahasiswa baru) di Undana Kupang, satu satunya universitas negeri di NTT pada waktu itu. Dan, termasuk langkah bagi kaum perempuan pedesaan yang lulus untuk memilih melanjutkan kuliah di perguruan tinggi negeri atau pun di perguruan swasta.

Zaman itu, masih dianggap kuat dan kental dengan budaya paternalistik, bahwa bagi kaum perempuan tidak usah melanjutkan studi setinggi langit. Cukup kaum lelaki saja. Namun, motivasi dari ibu Suci, yang adalah juga seorang guru yang berpengaruh di desa itu sering memberi motivasi kepada kaum perempuan di desa agar sekolah sampai ke tingkat lebih tinggi.

Ternyata, gerakan moral dan spirit dari ibu kandung guru Suci tidak sia-sia juga,  dan dapat  membuahkan hasil yang berbunga-bunga. Tetapi ada pertentangan batin yang tak pernah usai. Melalui perjuangan dan doa siang dan malam mama dan bapa juga dukungan si kakak sulung, tanpa henti bersama kiwi, harapan menjadi kenyataan. Cinta hanya tepuk sebelah tangan.

Berakhir di ujung Savana pulau Timor manise. Cinta tidak mesti bersatu. Ada tambatan hati yang tak pernah layu ditelan waktu dan kerasnya perjuangan batu karang.  Tetapi, awal awalnya  kisah cinta si ibu guru muda tamatan guru sekolah dasar, lazim disebut SPG, seperti tertelan bersama dinginnya suasana hati yang lambat laun menghalau waktu  demi  merespons kuatnya harapan di ujung Savana kota karang Kupang, dengan berat hati meninggalkan kesan-kesan indah namun enak di kota dingin waktu itu.

Seperti suasana perang batin yang sulit terobati antara berangkat melanjutkan kuliah dan melanjutkan urusan ke pelaminan. Antara kakak kandung dan pacar. Antara orang tua dan pacar. Antara saya dan saudara-saudari, sebuah pilihan yang sungguh-sungguh sulit.

Namun, karena dorongan si ibu kandung tak bisa terbantahkan, antara kehilangan akal dan mencari jalan keluar.  Diam seribu bahasa. Dengan secara diam-diam ibu kandung Suci,  mengirim surat telegram ke saudara kandung ibu Suci di kota karang Kupang agar datang segera menjemput saudarinya yang sedang galau antara menikah dan kuliah.

Suatu waktu, pada akhir pekan, biasanya pada hari Sabtu,  ibu guru cantik itu dihantar oleh seorang saudara kandung yang sedang sekolah di SMP Katolik di kecamatan. Menuju ibu kota Kabupaten Manggarai, ibu guru pergi ke Ruteng untuk memasukkan surat lamaran menjadi calon pegawai negeri sipil tahun 1986.

Suatu pagi secara tiba-tiba di luar dugaan ibu guru pagi itu, ada kedatangan saudara kandung dari Kupang untuk menjemputnya untuk berangkat ke Kupang melanjutkan kuliah. Tanpa basa-basi si ibu guru sore harinya berangkat ke Kupang dengan kapal Ratu lewat pelabuhan Kendidi Reo menuju Maumere Sika. Meninggalkan luka sukma bagi calon pendamping laki-laki idaman yang seolah-olah melepas genggaman merpati putih di atas  tangan yang terbang melayang jauh di udara tanpa kompromi.

Baca: Duka Gadis Desa (Cerpen Severinus M. Deo)

Sungguh sakit hati ini! Di Sukmaku ini. Bahkan tidak makan dan minum  air seharian dan merasa kenyang saban hari kurang nafsu  makan  mungkin lebih dari seminggu. Seperti kerasukan setan potiwolo ala Manggarai. Di pulau Jawa biasa disebut dengan istilah genderuwo.

Gadis muda sekitar usia dua puluh tahun itu,  adalah seorang guru muda tamatan SPG tahun 1986, untuk mempersiapkan diri sebagai seorang guru sekolah dasar;  hendak dipinang  oleh  seorang pemuda ganteng tambatan hati. Namun, sibunda, bersih keras, bahwa si anak  gadis itu, belum cukup dewasa untuk harus menikah. Pilihannya, adalah harus berangkat kuliah di Pulau Timor tahun itu. Sebab dari hasil testing masuk perguruan tinggi negeri dialah  salah satu peserta yang dinyatakan lulus sistem penerimaan mahasiswa baru (sipenmaru) tahun 1986 itu.

Tentu, hati siapa tidak galau antara melanjutkan kuliah atau melanjutkan urusan peminangan cinta yang tak bertepi. Dalam pekan itu, si ibu guru muda itu, berangkat menuju kota dingin Ruteng untuk mendaftarkan diri ikut testing CPNS, didampingi oleh  salah seorang saudara kandung yang masih duduk di bangku SMP kelas VII. Juga, si Abang tambatan hati ikut serta dalam urusan pekerjaan di kota Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Belum mekar menjadi 3 kabupaten pada waktu itu.

Ketika pagi hari sekitar hari Senin, di luar dugaan si ibu guru muda dan Abang tadi, tiba-tiba muncul dari depan pintu depan rumah seorang paman, sekitar pukul 08.35 WITA, saudara kandung ibu guru muda itu, ingin menjemput saudarinya tanpa kompromi dengan si dia yang sedang gunda gulana di kota Ruteng itu.

Sorenya, si kakak sulung dan seorang adik laki laki, berangkat ke Reo, Kedindi, untuk terus ke Maumere dengan kapal motor Ratu Renya Rosari. Sehari di Wisma mahasiswa Bukit Ledalero, dan keesokan harinya, 31 Agustus 1986, melanjutkan perjalanan dengan menumpang pesawat Tween Other,  merpati Nusantara  Air Line, take of to Kupang,  sekitar pukul 14.15 WITA.

Baca: Sosok si Gadis Berbau Mawar

Hati siapa yang tak galau, hati siapa yang tak sakit, antara meninggalkan pacar dan melanjutkan  kuliah? Ini sebuah pertentangan batin yang tak mudah, namun suatu ketika pasti memiliki ending yang sungguh menakjubkan! Tentu, sebuah pilihan yang sama-sama kuat dan sulit.

Kalau memilih untuk sang pacar, padahal baru dikenal beberapa waktu saja. Lebih sering komunikasi lewat surat menyurat saja. Itu zamannya agak sulit karena harus ke kantor pos untuk mengirim surat, dan apalagi guru  pembina SPG pada waktu itu sangat ketat. Semua isi surat harus diketahui oleh suster sebagai pimpinan sekolah. Kalau dapat surat dari sang pacar biasa dibuka isinya dan kalau kedapatan, biasanya kerah baju digoyang, dengan suatu umpatan yang barang kali kurang enak. Mau sekolah atau mau pacaran. Namanya siswa pada waktu itu sungguh patuh. Tidak seperti zaman ini, serba bebas seolah jauh dari kontrol. zaman itu jarang kita mendengar dan menyaksikan siswi hamil dibanding zaman ini. zaman itu disebut kuda gigit besi.

Zaman ini besi gigit kuda. Kuda gigit besi dapat diartikan sebagai jaman yang masih kuat memegang adat istiadat dari leluhur dan orangtua sebagai pemegang mandat. Sedangkan zaman besi gigit kuda, berarti jaman sekarang yang lebih longgar terhadap tatanan budaya dan adat istiadat setempat.

Jadi, bumerang untuk kelanjutan sekolah bagi siapa pun yang memiliki anak perempuan. Sedangkan untuk memilih  kuliah merupakan suatu dorongan yang kuat datang dari seorang kakakku yang sulung yang sedang mengeyam pendidikan di Undana Kupang.

Di samping itu, dorongan yang lebih kuat pula datang dari bundaku yang adalah seorang tokoh pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah itu. Beliau lebih suka anak–anak  perempuan dari kampung dan desa wajib sekolah setinggi langit untuk meraih gelar sarjana. Bahwasannya, untuk menggapai urusan sekolah setinggi langit bukanlah saja bagi kaum lelaki, namun, semua kaum perempuan bisa!

Baca: Pesan di Atas Kertas Putih (Cerpen Yakobus Syukur SMM)

Akhirnya, cintaku hanya bertepuk sebelah tangan saja. Seorang lelaki gagah perkasa, pacarku itu, dilepas tinggalkan di landasan pacu Bandar Udara Satar Tacik, Ruteng; sekarang berubah nama menjadi nama babtisan baru, Bandar Udara  Frans Sales Lega. Hati siapa tak sakit hati  ditinggal pergi sang pacar idaman hati?  

Kendatipun demikian, sebagai seorang perempuan muda awalnya tetap galau dengan pilihan pilihan itu! Namun, karena alasannya lebih kuat adalah pilihan hidup masa depan dan saudara, maka saya berani memutuskan untuk meninggalkan si lelaki perjaka itu. Dengan tidak memberi suatu harapan palsu untuk menungguh sampai selesai kuliah baru boleh menikah. Diuji ketahanan mental untuk bertahan atau tidak selama masa penantian itu! Yang tahu adalah hati yang berharap akan gapaian cita cita dan cinta.

Eh ... rupanya,  dari hari ke hari  terus berlalu. Minggu ke Minggu dan bulan ke bulan dan tahun ke tahun dengan sendirinya semua harapan sirna bersama waktu jua.

Kesibukan demi kesibukan membuat semuanya berlalu. Berlalu dalam harapan dan kenyataan. Gangguan demi gangguan seolah tak pernah berhenti dari ingatan yang membekas di hati ini. Ada kesan terlintas dalam sanubari sang lelaki idaman adalah “burung merpati di atas telapak tangan di lepas terbang menjulang tinggi tak pernah kembali kepangkuanku”.  Dia seolah-olah perlahan menghilang ditelan waktu.  

Oh angin bawalah salamku di tengah  kerinduan yang mendesah dalam dadaku ini. Aku ingin memetik mawar kuning merah merona di dalam pelukan duri yang tajam itu, namun tanganku tak sampai ke sana karena aku takut tertusuk jarum tajam dari untaian duri-duri mawar yang indah itu. Hanya mata yang boleh memandang akan indahnya bunga mawar tapi tangan tak sampai menyentuhnya.

Ibarat memandang indahnya seekor ikan mas yang cantik memesona di dalam akuarium yang tembus transparan  di pandang mata. Namun, tak bisa merabah dan apalagi menangkapnya. Hanya mata yang bisa menikmati indah dan cantiknya si ikan mas di dalam akuarium itu.

Setelah tiga tahun berlalu, datanglah seorang pemuda ganteng memesona hati jiwa dan ragaku, di luar semua perkiraan, dan semua harapan. Datanglah seorang pemuda harapan tanpa basa-basi di akhir masa sekolahku, untuk melamar aku di ujung Savana pulau Timor manise.

Baca: Celana Dalam Robek (Cerpen Fransiska Aurelia Susana)

Dia adalah seorang pemuda sarjana baru selesai studi di salah satu perguruan tinggi swasta ternama di kota Karang Kupang. Dia tidak pernah bertemu sekadar bertemu iseng-iseng sebelumnya, selama sekian tahun bergelut di kota karang itu. Seolah olah rahasia Sang Pencipta menitipkan pesan lewat ayah bunda tercinta dari kampung halaman;

Nak... Engkau berangkat sekolah dengan sungguh-sungguh jangan pernah mengecewakan orang tuamu dan dirimu sendiri. Karena ketika kau selesai sekolah boleh memilih jodoh yang cocok sambil berdoa di pangkuan bunda Maria sang perawan ilahi.

Benar! Doa benar-benar terkabul di akhir masa sekolah. Rahasia cinta ada di ujung Savana. Di ujung Savana artinya cinta didapat di akhir masa sekolah di pulau karang, Timor. Dapat berarti pula, bahwa itu datang dengan sendirinya ketika suatu perjuangan didapat setelah menyelesaikan studi di pendidikan tinggi di pulau Timor itu. Cinta direstui Tuhan manakala ijazah sudah diraih selama masa perjuangan di ujung akhir masa studi di pulau Savana Timoriensis.

Di akhir studi ada dua hal yang dibawa pulang ke rumah, yaitu ijazah dan cinta. Cinta didapat akibat perjuangan cita-cita dalam cinta. Cita-cita dan cinta berjalan berbarengan tak pernah  bertemu di kota karang, tidak mengorbankan cinta sejati. Namun, restu  Sang Ilahi menjadi ukuran sebuah cinta dan cita-cita yang menyatu dalam kalbu.

Akhirnya, kedua insan yang bertemu di ujung akhir masa sekolah menemui tambatan hati yang tidak pernah  berpisah untuk selamanya, bahkan sampai titik darah penghabisan dalam mengarungi lautan bahtera rumah tangga abadi sampai maut yang boleh memisahkannya!  

Selamat membaca dan merefleksi tentang alunan langkah cita-cita dan cinta yang mesti bersatu untuk sebuah kedamaian hati dalam hidup ini. Amin.

Kisah ini mau menunjukkan kepada sidang pembaca nan budiman, bahwa cita-cita dan cinta biasanya tidak berjalan sendiri. Namun, adakalanya, berjalan berbarengan dan bisa juga berjalan sendiri. Pada suatu titik perjuangan pasti menemukan jalan terbaik, penuh lika-liku, antara harapan dan kenyataan pasti terwujud apabila butuh dukungan orang lain, seperti orang tua, sanak saudara, sahabat , dan teristimewa adalah Sang Ilahi, penentu pilihan cita-cita hidup dalam cinta yang berakhir sampai maut memisahkan! Cinta tidak kemana-mana, karena cinta selalu indah pada waktunya.


Penulis adalah seorang praktisi pendidikan di Labuan Bajo, Flores.

 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kisah Cinta di Ujung Savana

Trending Now

Iklan